Religi

Marhaban Ya Ramadan 1442 Hijriah / 2021 Masehi

Meramadankan Sebelas Bulan Berikutnya

Bulan Ramadan sudah hampir sampai pertengahan. Sebelum tiba, kegembiraan menyambut Ramadan dilakukan di mana-mana. Seluruh umat Islam di penjuru bumi wajib menjalani puasa setiap tahun selama 29 atau 30 hari.

Puasa tidak membatasi ras/suku, pria/wanita, kaya/miskin, tua/muda, anak-anak/dewasa, atau pintar/bodoh. Semuanya yang beragama Islam wajib berpuasa kecuali mereka yang berhalangan diperobolehkan tidak berpuasa.

Sepanjang usia, kita berpuasa saat dewasa (baligh). Bagi laki-laki dihitung baligh semenjak mengeluarkan sperma (mani) dan perempuan sudah haid. Dalam hukum (fikih) Islam, seseorang wajib berpuasa ketika dirinya berumur 15 tahun.

Hanya saja, dari sisi usia, kewajiban seorang muslim untuk menaati aturan syariat tersebut tidak berlaku secara mutlak. Kewajiban ini hanya berlaku bagi orang yang berusia akil baligh. Anak yang belum berusia akil baligh tidak terbebani dengan berbagai kewajiban.

Bisa jadi kurang dari usia 15 tahun, seorang laki-laki atau perempuan sudah mencapai usia baligh sehingga hukum syariat berlaku baginya. Untuk memudahkan hitungan, seseorang yang lahir tahun 1980 kemudian ditambahkan usia 15 tahun menjadi 1995.

Mulai tahun 1415 H / 1995 M dia sudah dikatakan baligh. Seluruh kewajiban syariat Islam harus dijalankan tanpa terkecuali, termasuk puasa. Ramadan 1442 H / 2021 M jika dimasukkan dalam hitungan ini, berarti seseorang telah berpuasa selama 26 tahun atau 26 kali (1995-2021).

Apakah selama 26 kali berpuasa Ramadan kita sudah lulus ujian dan menjadi bertakwa? Padahal tujuan akhir dari puasa Ramadan menjadikan umat Islam bertakwa (tafsir surat Al Baqarah ayat 183).

Tentu saja hakikat takwa harus kita pahamkan dan tanamkan lagi dalam hati. Menurut kaidah bahasa, takwa berasal dari bahasa Arab yang berarti memelihara diri dari siksaan Allah.

Poinnya adalah mengikuti seluruh perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya (imtitsalu awamirillah wajtinabu nawahihi). Takwa (taqwa) berasal dari kata waqa yaqi wiqayah yang artinya memelihara dan menjaga diri agar selamat di dunia dan akhirat.

Kata waqa juga bermakna melindungi sesuatu atau melindunginya dari berbagai hal yang membahayakan dan merugikan. Seluruh niat, lisan, dan perbuatan yang dilahirkan harus mengandung kebaikan (manfaat).

Melindungi sesuatu dari hal-hal yang membahayakan berarti berlaku bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Mungkin di antara kita lulus dalam menjalankan puasa selama satu bulan penuh.

Hanya saja implementasi setelah Ramadan tidak mengubah perilaku (kebiasaan) pada sebelas bulan berikutnya. Sangat disayangkan jika perilaku baik hanya dilakukan selama bulan Ramadan saja.

Bukankah Ramadan selama sebulan merupakan madrasah ruhaniah (pendidikan ruhani) yang harus mengubah tabiat manusia yang buruk menjadi baik, malas menjadi rajin, pelit menjadi dermawan, atau perangai buruk (jahat) sebelumnya berubah baik.

Termasuk mengubah pola pikir (mindset) membangun kemaslahatan bagi umat manusia. Oleh sebab itu, setelah seseorang mengikuti madrasah ruhaniah selama sebulan, mereka harus mengimplementasikan perbuatannya di luar Ramadan.

Kultur kebaikan dan keselarasan yang diadopsi selama sebulan itu dipraktikkan pada bulan-bulan di luar Ramadan. Dengan kata lain, Ramadan selama sebulan penuh menjadi the spirit of master education (pusat belajar motivasi jasmani dan ruhani).

Artinya kebiasaan jujur, disiplin, rajin, dan lainnya yang sudah didapatkan dalam madrasah ruhaniah itu bisa dimanifestasikan ke dalam sebelas bulan berikutnya. Me-ramadan-kan sebelas bulan berikutnya menjadi Ramadan merupakan kebajikan yang tiada tara.

Jika seseorang mampu menjadikan atmosfer Ramadan pada bulan-bulan berikutnya maka kenyamanan akan bisa dirasakan oleh seluruh umat manusia. Ketika mindset sudah dibungkus atmosfer Ramadan otomatis seseorang akan berbicara lebih berhati-hati.

Sebab hakikat dari takwa (waqa) akan mengontrol mindset dan melahirkan perilaku yang tidak akan pernah merugikan diri sendiri atau orang lain. Mengapa, sebab Ramadan sudah mampu membelenggu seluruh jenis nafsu yang ada dalam diri manusia.

Cara ini melahirkan kebiasaan yang baik sehingga seseorang berfikir matang dan bijaksana terlebih dulu sebelum bertindak. Apalagi ketika berbicara, maka dirinya akan mempertimbangkan aspek manfaat dan mudharat sebelum mengutarakannya.

Setiap yang diucapkannya memberikan kebaikan dan manfaat bagi semesta sehingga tidak akan berbicara kecuali mengandung kemaslahatan. Jika Ramadan sepanjang tahun belum memberikan efek perubahan (jera) yang dahsyat bagi seseorang, ini bukan berarti Ramadannya yang salah.

Sebab dari tahun ke tahun kita sudah menjalani Ramadan sepanjang usia. Kita harus berkaca dan mawas diri, jika Ramadan tidak mampu memberi perubahan dalam diri kita, maka haruslah mengupas kesalahan kita lebih mendalam.

Tidak perlu mencela dan mengamati perubahan perilaku orang lain. Justru kita harus melihat dan mengoreksi diri agar hasil dari madrasah ruhaniah bisa memberikan perubahan signifikan terhadap niat dan perbuatan kita.

Dengan kata lain, selama Ramadan jangan sampai hanya mendapatkan rutinitas lapar dan dahaga semata, namun harus lebih dari itu sehingga iman dan perilaku baiknya terus meningkat tajam.

Tags: