Religi

Ramadan Ke-25: Jiwa Mukmin Tergantung Sampai Lunas Hutangnya

Ramadan Ke-25: Jiwa Mukmin Tergantung Sampai Lunas Hutangnya

Kematian merupakan sebuah keniscayaan bagi seluruh makhluk hidup. Suatu saat kita pasti akan mengalami kematian.

Meski demikian, kematian bukanlah akhir dari sebuah perjalanan kehidupan manusia. Justru dengan kematian, sesungguhnya awal kehidupan (akhirat) yang sebenarnya baru dimulai.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدْخِلَ ٱلْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ

Artinya:

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya” (QS. Ali ‘Imran 185).

Oleh sebab itu langkah terbaik adalah semaksimal mungkin menjalankan ibadah dan mengerjakan amal saleh sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.

Kita beramal seakan-akan besok akan mati. Dan kita mengerjakan kehidupan duniawi seakan-akan hidup selamanya. Dengan begitu niscaya akan tercapai keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat.

Harta bukanlah tujuan namun hanya sarana untuk mempertahankan hidup dan beribadah. Banyak di antara kita yang berusaha mati-matian mengantisipasi keadaan duniawi yang sangat fana ini.

Misalnya mengantisipasi kehidupan 10 tahun, 50 tahun bahkan 100 tahun yang akan datang tanpa jarang mengantisipasi kehidupan akhirat yang kekal abadi.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

مَّٰكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا

Artinya:

“Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya” (QS. Al Kahfi 3).

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

يٰقَوْمِ اِنَّمَا هٰذِهِ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَّاِنَّ الْاٰخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ

Artinya:

“Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal” (QS. Al Mu‘min/Al Gafir 39).

Mengenai harta benda dan utang piutang merupakan salah satu hal penting yang dibahas dalam hukum (fiqih) syariat Islam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak bersedia menyalati jenazah yang masih menanggung utang.

Orang yang meninggal masih dalam keadaan menanggung utang di akhirat kelak akan dituntut dan dimintai pertanggungjawabannya. Oleh karena itu, setiap muslim harus berusaha sekuat tenaga melunasi utang-utangnya.

Islam menegaskan bahwa kewajiban membayar utang tidak gugur meski orang yang memiliki hutang sudah meninggal. Sebab dengan kematian akan terjadi proses pewarisan atau peralihan kepemilikan dari si jenazah kepada ahli warisnya.

Termasuk harta yang diwariskan adalah utang-utang yang diberikan kepada si jenazah kepada orang lain semasa hidupnya. Dengan demikian, madin (pihak yang berutang) diwajibkan membayar utangnya ahli waris almarhum atau almarhumah.

Orang Terbebas Hutang

Dari Tsauban, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِىءٌ مِنْ ثَلاَثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنَ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ

Artinya:

“Barangsiapa yang rohnya terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal; (1) sombong, (2) ghulul (khianat), dan (3) hutang, maka dia akan masuk surga” (HR. Ibnu Majah No. 2412).

Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ

Artinya:

“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat kelak) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham” (HR. Ibnu Majah No. 2414).

Begitulah keadaan orang yang mati dalam keadaan masih membawa hutang dan belum dilunasinya. Maka untuk membayarnya akan diambil dari pahala kebaikannya semasa di dunia.

Sebab kondisi yang terjadi pada hari kiamat kelak tidak ada lagi ATM, pegadaian, koperasi, dinar, dan dirham untuk melunasi hutang tersebut.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

Artinya:

“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya” (HR. Tirmidzi No. 1078).

Maksudnya “urusannya masih menggantung, tidak ada hukuman baginya, yaitu tidak bisa ditentukan apakah dia selamat ataukah binasa, sampai dilihat bahwa hutangnya tersebut lunas atau tidak” (Tuhfatul Ahwadzi, 3/142).

Dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِىَ اللَّهَ سَارِقًا

Artinya:

“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri” (HR. Ibnu Majah No. 2410).

Imam Al Munawi mengatakan: “Orang seperti ini akan dikumpulkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan sebagaimana mereka” (Faidul Qodir, 3/181)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ

Artinya:

“Barangsiapa yang mengambil harta manusia, dengan niat ingin menghancurkannya, maka Allah juga akan menghancurkan dirinya” (HR. Bukhari No. 18 | HR. Ibnu Majah No. 2411).

Di antara maksud hadis ini adalah barangsiapa yang mengambil harta manusia melalui jalan hutang kemudian dia berniat tidak ingin mengembalikan hutang tersebut, maka Allah pun akan menghancurkannya.

Nas‘alullah as salamah wal ‘afiyah  (hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta ‘ala kita memohon keselamatan). Ya Allah, lindungilah kami dari banyak berhutang dan enggan untuk melunasinya.

Rasulullah Enggan Menyalati Orang yang Memiliki Hutang

Dari Salamah bin Al Akwa’ Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata;

عَنْ جَابِرٍ قَالَ تُوُفِّـيَ رَجُلٌ، فَغَسَّلْنَاهُ وَحَنَّطْنَاهُ وَكَفَّنَّاهُ، ثُمَّ أَتَيْنَا بِهِ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَيْهِ ، فَقُلْنَا : تُصَلِّي عَلَيْهِ؟ فَخَطَا خُطًى، ثُمَّ قَالَ : أَعَلَيْهِ دَيْنٌ؟ قُلْنَا : دِينَارَانِ، فَانْصَرَفَ فَتَحَمَّلَهُمَـا أَبُوْ قَتَادَةَ، فَأَتَيْنَاهُ، فَقَالَ أَبُوْ قَتَادَةَ: الدِّيْنَارَانِ عَلَيَّ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (أُحِقَّ الْغَرِيْمُ وَبَرِئَ مِنْهُمَـا الْـمَيِّتُ؟) قَالَ: نَعَمْ، فَصَلَّى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ بَعْدَ ذٰلِكَ بِيَوْمٍ: (مَا فَعَلَ الدِّينَارَانِ؟) فَقَالَ: إِنَّمَـا مَاتَ أَمْسِ، قَالَ: فَعَادَ إِلَيْهِ مِنَ الْغَدِ، فَقَالَ: لَقَدْ قَضَيْتُهُمَـا، فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْآنَ بَرَدَتْ عَلَيْهِ جِلْدُه

Artinya:

Kami duduk di sisi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Lalu didatangkanlah satu jenazah. Lalu beliau bertanya: “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab: “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan: “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Lantas mereka (para sahabat) menjawab: “Tidak.” Lalu beliau Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyalati jenazah tersebut.

Kemudian didatangkanlah jenazah lainnya. Lalu para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah salatkanlah dia!” Lalu beliau (Rasulullah) bertanya: “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab: “Iya.” Lalu beliau (Rasulullah) mengatakan: “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab: “Ada, sebanyak 3 dinar.” Lalu beliau menyalati jenazah tersebut.

Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata: “Salatkanlah dia!” Beliau (Rasulullah) bertanya: “Apakah dia meningalkan sesuatu?” Mereka (para sahabat) menjawab: “Tidak ada.” Lalu beliau (Rasulullah) bertanya: “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab: “Ada tiga dinar.” Beliau berkata: “Salatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata: “Wahai Rasulullah, salatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya” Kemudian beliau (Rasulullah) pun menyalatinya.” (HR. Bukhari No. 2289).

Dosa Hutang Tidak Diampuni Walau Mati Syahid

Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ

Artinya:

“Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang” (HR. Muslim No. 1886).

Oleh sebab itu, sebagai orang Islam dan beriman hendaknya berpikir: “mampukah saya melunasi hutang tersebut dan mendesakkah saya berhutang?”

Karena ingatlah, hutang pada manusia tidak bisa dilunasi hanya dengan membaca ribuan kali istighfar. Jika kita memiliki hutang maka segeralah dibayarkan sebelum datang kematian. Wallahu A‘lam Bish Shawwab.

Tags: