Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam merupakan sosok manusia yang memiliki sejarah paling sukses dalam menjalankan amanah yang diberikan kepadanya.
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam paling besar pengaruhnya bagi seluruh umat manusia di muka bumi dan penduduk di langit.
Siapa Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam itu? Dalam Al Qur‘an dan hadis telah menjelaskan bahwa dialah rasulullah yang paling akhir sebagai penutup para nabi dan rasul yang ada sebelumnya.
Ketika para nabi, rasul, dan umat terdahulu belum diizinkan masuk surga, Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan umatnya yang terlebih dahulu masuk surga.
Pertama nama Muhammad. Muhammad merupakan nama beliau yang paling utama dan yang paling terkenal. Allah menyebut nama ini di dalam empat tempat dalam Al Qur‘an. Di antaranya dalam ayat-ayat berikut ini;
Surat Ali Imran ayat 144:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ
“Dan Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul yang sudah didahului oleh beberapa orang rasul sebelumnya”
Surat Al Ahzab ayat 40:
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
“Bukanlah Muhammad itu bapak bagi seseorang lelaki di antara kamu, tetapi dia adalah rasul Allah dan penutup para nabi”
Surat Muhammad ayat 2:
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَآمَنُوا بِمَا نُزِّلَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَهُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ كَفَّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَأَصْلَحَ بَالَهُمْ
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh serta beriman kepada Al Qur‘an yang diturunkan kepada Muhammad yang itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka, Allah mengampunkan dosa-dosa mereka dan memperbaiki keadaan mereka”
Surat Al Fath ayat 29:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
“Muhammad adalah rasul Allah dan orang-orang yang bersama dengannya bersikap keras dan tegas terhadap orang-orang kafir dan bersikap kasih sayang serta belas kasihan sesama mereka”
Kedua nama Ahmad. Nama ini hanya disebutkan sekali oleh Allah di dalam Al Qur‘an, yaitu dalam surat As Shaff ayat 6:
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرائيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقاً لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّراً بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ
“Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)”
Ketiga nama Al Mahi, Al ‘Asyir, dan Al ‘Aqib. Nama beliau Al Mahi, Al ‘Asyir, dan Al ‘Aqib disebutkan sendiri oleh beliau dalam sebuah hadis:
إِنَّ لِي أَسْمَاءً : أَنَا مُحَمَّدٌ ، وَأَنَا أَحْمَدُ ، وَأَنَا الْمَاحِي الَّذِي يَمْحُو اللَّهُ بِيَ الْكُفْرَ ، وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى قَدَمَيَّ ، وَأَنَا الْعَاقِبُ الَّذِي لَيْسَ بَعْدَهُ أَحَدٌ
“Aku memiliki nama-nama. Aku adalah Muhammad dan aku juga Ahmad; Aku adalah Al Mahi karena Allah menghapuskan kekufuran dengan perantara diriku; Aku adalah Al Hasyir karena manusia dikumpulkan di atas kakiku; dan aku adalah Al ‘Aqib, karena tidak ada lagi nabi setelahku” (HR. Bukhari No. 2354 dan HR. Muslim No. 4896).
Keempat nama Al Muqaffi, Nabiyyur Rohmah, dan Nabiyyut Taubah. Tiga nama ini terdapat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Musa Al Asyari:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يسمي لنا أسماء . فقال ” أنا محمد ، وأحمد ، والمقفي ، والحاشر ، ونبي التوبة ، ونبي الرحمة “
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memberitahu kepada kami nama-nama beliau. Beliau bersabda: Aku Muhammad, Ahmad, Al Muqaffi, Al Hasyir, Nabiyyur Rahmah, Nabiyyut Taubah” (HR. Muslim No. 2355).
Beliau bernama Al Muqaffi karena inti ajaran yang beliau sampaikan sama dengan ajaran para rasul sebelumnya yang mengajarkan tauhid dan memperingatkan tentang kesyirikan.
Sedangkan makna Nabiyut Taubah dan Nabiyur Rahmah dijelaskan oleh Imam An Nawawi adalah karena Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam datang dengan taubat dan kasih sayang.
Melalui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Allah membukakan pintu taubat bagi seluruh penduduk bumi.
Akhirnya penduduk bumi pun bertaubat dengan taubat yang tidak pernah dilakukan oleh orang-orang sebelum umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga adalah orang yang paling banyak istighfarnya.
Kelima Al Mutawakkil. Nama Al Mutawakkil terdapat dalam sebuah hadis:
عَنْ صِفَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي التَّوْرَاةِ قَالَ أَجَلْ وَاللَّهِ إِنَّهُ لَمَوْصُوفٌ فِي التَّوْرَاةِ بِبَعْضِ صِفَتِهِ فِي الْقُرْآنِ { يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا } وَحِرْزًا لِلْأُمِّيِّينَ أَنْتَ عَبْدِي وَرَسُولِي سَمَّيْتُكَ المتَوَكِّلَ لَيْسَ بِفَظٍّ وَلَا غَلِيظٍ وَلَا سَخَّابٍ فِي الْأَسْوَاقِ وَلَا يَدْفَعُ بِالسَّيِّئَةِ السَّيِّئَةَ وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَغْفِرُ وَلَنْ يَقْبِضَهُ اللَّهُ حَتَّى يُقِيمَ بِهِ الْمِلَّةَ الْعَوْجَاءَ بِأَنْ يَقُولُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَيَفْتَحُ بِهَا أَعْيُنًا عُمْيًا وَآذَانًا صُمًّا وَقُلُوبًا غُلْفًا تَابَعَهُ عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ هِلَالٍ
“Dari Atha` bin Yasar, dia berkata: Aku menjumpai Abdullah bin Amr bin ‘Ash Radhiyallahu Anhuma, lalu aku berkata: Kabarkan kepadaku tentang sifat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang ada di dalam Taurat! Dia menjawab: Baiklah. Demi Allah, sesungguhnya beliau itu diterangkan sifatnya dalam Taurat dengan sebagian sifat yang ada di dalam Al Qur‘an, (yaitu): Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira, dan pemberi peringatan serta penjaga bagi orang-orang Arab. Kamu adalah hamba dan rasul-Ku. Namamu Al Mutawakkil, bukan keras dan bukan juga kasar’ dan Allah ‘Azza wa Jalla tidak mencabut nyawanya sampai dia berhasil meluruskan agama yang telah bengkok dengan mengatakan laa ilaha illallah yang dengannya akan membuka mata yang buta, telinga yang tuli dan hati yang tertutup” (HR Bukhari No. 1981).
Keenam Abul Qosim. Nama Abul Qosim adalah nama kun-yah beliau. Sebagaimana beliau pernah bersabda:
سَمُّوْا باسمي ولا تَكَنَّوْا بكنيتي ، فإني أنا أبو القاس
“Silakan memberi nama dengan namaku, namun jangan ber-kun-yah dengan kun-yah-ku. Kun-yah-ku adalah Abul Qasim” (HR. Bukhari No. 3114 dan HR. Muslim No. 2133).
Sukses dan pengaruh Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam sekitar 1.500 tahun lalu bagi dunia sampai dewasa ini dapat dilihat dari agama Islam yang sudah diajarkannya.
Ciri kesuksesan yang diperlihatkan agama yang dibawa rasulullah ini terus berkembang. Baik segi kualitas maupun kuantitas. Selain itu, ajaran Islam menjagkau semua bangsa di pelbagai belahan bumi.
Tidak hanya itu, ajaran Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjadi sebuah sistem yang sangat sistematis. Bukan saja sebagai sistem ritual tetapi menjadi sistem bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Tidak semua agama memiliki keadaan kondisi seperti dewasa ini. Ada agama besar di dunia yang tidak menjangkau semua bangsa. Ada juga agama yang sekarang penganutnya sudah tidak bertambah bahkan semakin berkurang.
Ada juga agama yang dulu tergolong agama besar dan sekarang tinggal kenangan sejarah. Tumbuh dan berkembangnya agama Islam dipengaruhi banyak hal.
Selain karena keluhuran pesan kandungannya juga karena sosok pembawanya yang memiliki kemampuan untuk menyampaikan agama ini kepada manusia.
Sehingga dapat diyakini dan diterima serta diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya. Beruntunglah kita yang bisa menganut Islam dengan dari lahir secara benar dan disiplin.
Sejarah menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam lahir sekitar 14 abad yang lalu, tepatnya 751 Masehi.
Lalu Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam meninggal pada usia sedang-sedang saja, yakni usia 63 tahun dibanding usia rata-rata manusia. Wafatnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam relatif lebih singkat dibandingkan dengan usia nabi-nabi terdahulu.
Kita bandingkan usia Nabi Adam ‘Alaihis Sallam 930 tahun, Nabi Nuh ‘Alaihis Sallam 950 tahun, atau Nabi Ibrahim ‘Alaihis Sallam 175 tahun.
Meskipun masa hidupnya hanya 63 tahun dan dapat mengemban dakwahnya selamat 23 tahun, Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dapat menyaksikan sendiri keberhasilannya sebelum beliau meninggal dunia, yaitu;
a. Berhasil mengubah pahan paganisme yang kental dimiliki oleh masyarakatnya menjadi monoteisme, menyembah Allah Yang Satu/Esa (Allahu Ahad)
b. Berhasil membangun satu kesatuan masyarakat dalam satu negara yang tadinya memiliki cara hidup bersuku-suku yang antara satu dengan lainnya selalu terjadi permusuhan
c. Berhasil mengubah pola pikir masyarakatnya dan masyarat yang tertinggal menjadi masyarakat maju sehingga dapat berpacu dengan kemajuan yang dicapai oleh masyarakat non Arab pada saat itu
Atas sukses yang dicapainya dan pengaruhnya yang sangat besar dalam kehidupan umat manusia dalam perjalanan sejarah, maka para pakar sosiologi dan sejarawan, baik muslim maupun non muslim – selama menggunakan – referensi yang valid dan analisa yang objektif pasti akan mengakui peran sukses dan pengaruhnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.
Tentu saja keberhasilan Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam itu selain karena beliau memiliki akhlakul karimah yang patut dicontoh dan diteladani.
Selain itu juga faktor kepemimpinannya yang simpatik sehingga orang-orang yang menggunakan nalar rasional pasti akan tertarik mengikuti dakwahnya.
Beberapa ciri kepemimpinan Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang simpatik antara lain;
a. Kejujuran
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjadikan kejujuran sebagai tonggak utama ciri kepemimpinannya. Dalam salah satu hadisnya, beliau mengatakan: kejujuran itu baik akan tetapi paling baik kejujuran bila dimilki oleh pemimpin.
Karena kejujuran itu maka beliau diberikan gelar Al Amin yang artinya sang jujur. Beliau jujur membuka kesalahannya kepada umatnya ketika beliau mendapat teguran dari Allah seperti yang terdapat dalam Al Qur‘an surah Abasa.
Dalam surat itu dikemukakan bahwa ketika Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam berbicara di hadapan pemuka Quraisy Makkah lalu didatangi oleh seorang orang buta yang bernama Abdullah Ibn Maktum, Nabi Muhammad ketika itu bermuka masam seraya memalingkan mukanya dari Ibn Maktum itu.
Sikap Nabi Muhammad itu ditegur oleh Allah dan dengan jujur, teguran itu dibuka kepada kita semua. Kita memperoleh pelajaran dari kejujuran Nabi Muhammad itu, bahwa seorang pemimpin janganlah takut dikritik dan jangan segan-segan mengakui kekhilafan dan kesalahannya bila benar-benar bersalah dan keliru.
Dengan kejujuran Nabi Muhammad, nabi tidak segan-segan menghukum orang yang bersalah meskipun anggota keluarganya dengan dilandasi sikap yang bijak dan simpatik.
Ketika nabi dihadapkan pada satu isu yang melibatkan istri yang dicintainya, Aisyah RA, Nabi Muhammad bersedia menceraikannya bila benar-benar Aisyah bersalah. Tetapi Aisyah ternyata tidak bersalah, hanya menjadi korban isu dari orang lain, maka nabi tidak menceraikan istrinya.
Sebagai komitmen kejujurannya untuk menegakkan hukum, maka Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sekiranya Fatimah mencuri, maka ia pun aku potong tangannya”.
Seperti kita ketahui, Fatimah adalah putri kesayangan beliau. Dengan komitmen kejujuran, maka beliau tidak meninggalkan harta yang bertumpuk ketika meninggal dunia kecuali uang 7 dinar dan pakaian yang melekat di badannya.
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dapat menjadi kaya raya sekiranya mau berlaku tidak jujur untuk menyerahkan harta rampasan yang bertumpuk kepada orang yang berhak memilikinya.
Tetapi karena jujur, maka harta yang bertumpuk semuanya oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dibagi-bagikan kepada pemiliknya.
Kejujuran seperti ini yang harus dimiliki oleh pemimpin dewasa ini, kejujuran untuk tidak mengambil sesuatu jika bukan haknya. Perilaku jujur Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam ini menjadi salah satu daya tarik sehingga beliau sukses dalam kepemimpinannya.
b. Toleran
Gaya toleran adalah menjadi gaya kepemimpinan Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Karena toleransinya, maka Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mendapatkan simpatik.
Misalnya ketika Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menerima aduan dua sahabatnya (Rasul memanggil pengikutnya dengan istilah sahabat demikian toleransinya) yang kembali dari perjalanan.
Keduanya melaporkan bahwa saat waktu salat masuk dan tidak ada air, keduanya melakukan tayammum lalu melaksanakan salat. Tetapi waktu salat yang bersangkutan belum selesai, tiba-tiba keduanya menemukan air.
Sikap keduanya berbeda, yang satu tidak melakukan salat lagi, karena sudah merasa memadai dengan salat tadi, tetapi satunya menggunakan air untuk wudhu dan mengulangi salatnya.
Setelah dilaporkan kepada Nabi Muhammad, beliau tidak menyalahkan salah satu di antara keduanya. Beliau mengatakan kepada yang tidak mengulangi salatnya:
“Engkau benar dan telah melaksanakan sunnah”. Dan kepada yang mengulangi salatnya beliau mengatakan: “Engkau tidak salah dan bagimu dua pahala”.
Toleransi yang tinggi membuatnya selalu menerima pandangan sahabatnya bila menetapkan sesuatu dalam urusan sosial kemasyarakatan.
Dan bilamana Nabi Muhammad bermusyawarah dengan terbuka selalu menerima pandangan dan pendapat lawan musyawarahnya selama saran itu tidak merusak sendi-sendi akidah dan kehidupan sosial kemasyarakatan.
Suatu ketika saat Nabi Muhammad menempatkan pasukan muslim dalam menghadapi musuhnya di perang Al Badar, lalu bertanya seorang sahabatnya yang bernama Hubab bin Munzir tentang mengapa Nabi Muhammad memilih tempat itu.
Menurut Hubab tempat itu tidak strategis, Hubab selanjutnya menyarankan Nabi Muhammad pindah ke tempat yang lain. Kemudian Nabi Muhammad menerima saran tersebut dan memindahkan pasukannya ke tempat yang disarankan Hubab itu.
Pada perjanjian di Hudaibiah yang dilakukan antara Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya dengan utusan Quraisy, pihak Quraisy melarang umat Islam meneruskan perjalanannya masuk ke Makkah untuk melakukan ibadah umrah.
Dengan semangat toleransi yang sangat tinggi, Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menerima usul mereka untuk menunda perjalanannya sampai tahun berikutnya.
Dalam perjanjian tersebut juga, beliau rela menerima usul utusan Quraisy untuk tidak mencantumkan dalam teks perjanjian kata-kata “Muhammad Rasulullah” tetapi cukup dengan “Muhammad Ibn Abdullah”.
Sikap toleransi Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam diperlihatkan juga ketika beliau bernegosiasi dengan tamunya dari Thaif yang mau menerima Islam dengan syarat yang diajukan kepadanya.
Dalam negosiasi tersebut, Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menolak sebagian permintaan mereka, yaitu;
1. Mereka tetap mau melakukan perzinaan
2. Mereka masih ingin paktik riba tetap dijalankan
3. Mereka tetap ingin mengonsumsi minuman keras
Sementara permintaan mereka yang ditolerir oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam untuk sementara waktu adalah mereka tidak ingin meninggalkan tradisi sesembahan berhala Al Lata selama 3 tahun, mereka ingin bebas dari pembayaran zakat, dan mereka tidak ingin ikut berjihad.
Sikap toleransi Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam juga ditunjukkan saat beliau didatangi tamu yang beragama Kristen dari Najra, lalu Nabi Muhammad bersama sahabatnya menyambut mereka di Masjid Nabawi.
Ketika ibadah ritual mereka tiba, nabi mengizinkan mereka melaksanakannya di masjid. Beliau berkata kepada mereka: “Lakukanlah ritual kalian dalam masjid ini, tempat ini adalah tempat ibadah kepada Allah.” Praktik toleransi yang diperlihatkan oleh nabi dinyatakan dalam ungkapan: “Aku diutus dengan sifat penyantun dan toleransi”.
c. Pemaaf
Sejalan dengan sifat toleransi yang tinggi baik kepada kawan maupun kepada lawan, sifat yang menonjol dari pribadi nabi adalah sifat pemaaf. Dari ajaran-ajarannya, baik yang tercantum di dalam Al Qur‘an maupun di hadis.
Sejumlah anjuran bahkan perintah untuk memberi maaf, bukan meminta maaf. Hal itu menunjukkan betapa mulia kedudukan orang pemaaf dalam Islam. Salah satu faktor keberhasilan nabi dalam menjalankan risalahnya adalah sifat pemaaf itu.
Pernah suatu ketika, saat nabi sedang beristirahat di bawah sebatang pohon, tiba-tiba didatangi oleh Da’tsur dengan pedang terhunus dan akan membunuh nabi. Entah kenapa pedang itu jatuh dan diambil alih oleh nabi.
Seketika itu kesempatan bagi nabi untuk membunuh Da’Tsur, tetapi tidak dilakukannya dan bahkan beliau memaafkannya. Da’tsur kemudian kembali ke sukunya dan mendakwahkan Islam.
Jiwa pemaaf yang paling tinggi diperlihatkan Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pada saat Fathul al Makkah (penaklukkan kota Mekah).
Ketika itu Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tampil sebagai pemenang yang dapat melakukan pembalasan terhadap penduduk Makkah yang pernah mengusir beliau dari kampung halamannya, menyakitinya, dan merampas hak miliknya dahulu lalu hijrah ke Madinah bersama pengikut-pengikutnya.
Namun, semuanya itu dilupakan nabi dan nabi tidak melakukan pembalasan. Tetapi beliau memberikan amnesti (pengampunan) secara menyeluruh kepada orang-orang yang pernah berbuat salah kepadanya.
Karena sifat pemaaf itu, maka mereka dengan kesadaran mengikuti kepemimpinannya dan menganut agama Allah yang didakwahkannya. Allah berfirman dalam surat An Nashr 1-3:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbilah dengan memuji Tuhanmu dan memohonlah ampun kepada-Nya sesungguhnya Dia adalah maha penerima taubat”.
Dengan demikian, jujur dan toleransi yang disertai dengan sifat pemaaf merupakan ciri kepemimpinan Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang patut dicontoh oleh umatnya. Terutama yang mendapat amanah menjadi pemimpin, baik formal maupun non formal. Wallahu A‘lam Bish Shawwab.