Religi

Ramadan Ke-8: Kurangajar, Menitipkan Orang Tua ke Panti Jompo

Ramadan Ke-8: Kurangajar, Menitipkan Orang Tua ke Panti Jompo

Keluarga atau rumah tangga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Dia merupakan salah satu sendi pembangunan hidup bermasyarakat dan bernegara.

Syariat Islam mengatur bagi para pemeluknya untuk membangun sistem keluarga muslim.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS. At Tahrim 6).

Akad nikah adalah titik tolak hidup berkeluarga, menjalin ikatan suami istri. Berdasar atas dua sumber, Al Qur’an dan hadis.

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya” (QS. An Nisa’ 3-4).

Adapun tujuan pernikahan untuk membangun kehidupan sakinah. Supaya tercipta ketenteraman jiwa yang meliputi hidup kekeluargaan, rasa cinta, dan kasih sayang yang mengikat semua anggota keluarga.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (QS. Ar Rum 21).

Perkawinan dilakukan untuk memperoleh keturunan, Allah berfirman:

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُم مِّنْ أَزْوَاجِكُم بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ

“Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah” (QS. An Nahl 72).

Pada ayat yang lain:

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ ۖ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Di sanalah (nabi) Zakaria berdoa kepada Tuhan hanya seraya berkata: Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa” (QS. Ali ‘Imran 38).

Dengan perkawinan akan membentengi seseorang dari kemaksiatan dan kemungkaran. Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu telah mampu menikah, maka menikahlah. Sesungguhnya nikah itu akan menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan, barangsiapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa, sebab ia akan menjadi perisai” (HR. Bukhari No. 4678 dan HR. Muslim No. 2486)

Dalam memilih calon istri atau suami, Islam sudah mengatur dengan tegas. Selain itu, dalam pemilihan jodoh tidak ada motif karena dorongan nafsu seks semata.

Orang mukmin haram menikah dengan orang yang musyrik atau dengan pezina. Allah berfirman:

الزَّانِي لَا يَنكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin” (QS. An Nuur 3).

Oleh karena itu, jodoh dipilih karena faktor agama (din), bukan karena faktor darah, harta, dan kecantikan.

Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Wanita itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung” (HR. Bukhari No. 4700 dan HR. Muslim No. 2662).

Kewajiban & Hak Suami Istri

Ada tiga komponen inti dalam keluarga; suami (ayah), istri (ibu), dan anak-anak. Menurut Islam, kewajiban harus didahulukan dari hak. Dengan menjalankan kewajiban sekaligus memberi haknya kepada orang lain.

Kewajiban Suami (Ayah)

Suami dan istri masing-masing secara timbal-balik memiliki kewajiban dan hak. Rasulullah bersabda:

“Wahai Abdullah bin Amru, telah sampai berita kepadaku bahwa kamu berpuasa sepanjang hari dan salat sepanjang malam. Janganlah kamu lakukan, sebab jasadmu mempunyai hak atas dirimu, kedua matamu mempunyai hak atasmu, dan istrimu juga punya hak atasmu. Karena itu, hendaknya kamu puasa dan juga berbuka. Berpuasalah tiga hari pada setiap bulannya, sebab itulah sebenarnya puasa sepanjang masa. Saya berkata: Wahai rasulullah, sesungguhnya saya kuasa melakukannya. Beliau bersabda: Kalau begitu, berpuasalah sebagaimana puasa Dawud 'Alaihis salam, berpuasalah sehari dan berbukalah sehari” (HR. Muslim No. 1973).

“Kemudian wanita-wanita yang diceraikan (talak) hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (suami) itu menghendaki ishlah (damai). Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibanya menirut cara yang makruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya, dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al Baqarah 228).

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang soleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. An Nisa’ 34).

Mendidik anak keturunannya agar mereka manjadi manusia sehat jasmani dan rohani serta tidak menjadi beban masyarakat. Mencukupi nafkah dan belanja rumah tangga adalah kewajiban suami (ayah). Rasulullah bersabda:

“Sebaik-baik dinar (uang atau harta) yang dinafkahkan seseorang, ialah yang dinafkahkan untuk keluarganya, untuk ternak yang depeliharanya, untuk kepentingan membela agama Allah, dan nafkah untuk para sahabatnya yang berperang di jalan Allah” (HR. Muslim No. 1660).

Mendidik keluarga dalam hidup beribadah, khususnya menegakkan ibadah salat adalah kewajiban utama. Allah berfirman:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat yang baik itu adalah bagi orang yang bertakwa” (QS. Thahaa 132).

Kewajiban Istri (Ibu)

Allah berfirman:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. An Nisa’ 34).

Menyenangkan hati suami dan patuh kepadanya, seperti dalam hadis riwayat At Thabrani “Sebaik-baik istri yang menyenangkan hatimu bila engkau memandangnya, yang taat kepadamu dan yang dapat menjaga kehormatan dirinya dan harta bendamu di waktu engkau di luar rumah”. Selanjutnya, istri bersama suaminya berkewajiban mengembangkan fitrah anak-anaknya (kullu mauludin yuladu’ ala al fitrah).

Ibu wajib menyusui anak-anaknya secara sempurna selama dua tahun. Sebagaimana Allah perintahkan dalam ayat;

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّا آتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Baqarah 233).

Kewajiban ayah dan ibu terhadap anak-anak mereka adalah mendidik mereka baik secara rohani dan jasmani agar menjadi manusia yang memiliki sumber daya berkualitas.

Kewajiban Anak

Anak memiliki kewajiban terhadap kedua orangtuanya, baik ketika orangtua masih sehat dan kuat, apalagi setelah usia lanjut atau uzur. Sebagaimana anak memiliki kewajiban terhadap Allah.

Kewajiban beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya, menyukuri nikmat-Nya, berbuat kebajikan kepada orangtua. Perbuatan yang dilakukan harus penuh keikhlasan dab mengharap ridha Allah semata.

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim orang miskin, tetangga dekat, tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-bangakan diri” (QS. An Nisa’ 36).

Ayat yang lain Allah perintahkan anak-anak untuk berbakti kepada orangtuanya:

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِّنكُمْ وَأَنتُم مُّعْرِضُونَ

“Dan (Ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata kata yang baik kepada manusia, dirikanlah salat dan tunaikan zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil daripada kamu dan kamu selalu berpaling” (QS. An Nisa’ 36).

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman 14).

Berbuat kebajikan (ihsan) kepada kedua orangtua adalah kewajiban anak-anaknya. Dengan bijaksana dan memohonkannya akan rahmat Allah serta ampunan-Nya untuk mereka berdua (ayah dan ibu).

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara mereka sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS. Al Isra’ 23-24).

Kemudian yang paling penting adalah merendahkan diri terhadap mereka berdua (ayah dan ibu) dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku waktu kecil.”

Adanya budaya panti asuhan khusus jompo, di mana masyarakat berdatangan menitipkan orang tua mereka yang sudah tua, renta atau uzur merupakan budaya yang sangat tercela dan kurangajar.

Sikap demikian itu merupakan perilaku kurangajar, tercela, dan sangat tidak Islami serta merendahkan harkat dan martabat kedua orangtuanya. Na’udzubillah.

Tags: