Religi

Marhaban Ya Ramadan 1442 Hijriah / 2021 Masehi

Menjahit Lisan Menjaga Hati

Puasa Ramadan 1442 Hijriah sudah kita jalani selama sepuluh hari, terhitung sejak Selasa 13 April 2021. Setidaknya selama beberapa hari lalu, umat Islam sudah membiasakan dan mengubah pola makan, tidur, kerja, dan istirahatnya.

Secara jasmani mereka mulai membiasakan pola-pola baru. Begitu juga dengan sisi rohaniahnya, tentu akan berubah seiring perjalanan Ramadan. Bulan puasa merupakan kalender ritual agung setiap tahun yang memiliki efek maha dahsyat bagi pemeluknya di seluruh dunia.

Urusan yang menyangkut dunia dan akhirat harus mengikuti pemimpinnya, yakni Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Seluruh perbuatan lahir maupun batin, baik niat, perkataan, sekaligus perbuatan harus baik dan mengandung manfaat.

Menukil surat Al Ahzab ayat 21; laqad kana lakum fi rasulillahi uswatun hasanah (sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. Dengan uswatun hasanah yang ada pada diri Rasulullah, umat Islam di seluruh dunia diperintahkan untuk mengikuti (ittiba’) kepada Rasulullah.

Sejarah membuktikan keagungan Nabi Muhammad bukan hanya dinilai oleh umat Islam saja. Kaum orientalis menyebutkan bahwa Nabi Muhammad merupakan manusia terhebat sepanjang sejarah.

Seperti dikonsepsikan Thomas Carlyne dengan ukuran kepahlawanan, Marcoz Dods dengan keberanian moral, Nazmi Luke dengan ukuran metode pembuktian ajaran, Will Duran dengan hasil karya, dan Michael H. Hart dengan tolak ukur pengaruh yang ditinggalkan.

Kesemuanya menempatkan Nabi Muhammad pada urutan teratas. Seorang sarjana bernama Annemarie Schimeel menyebut kelahiran Nabi Muhammad merupakan simbol kemenangan monotheisme atas dualisme Persia dan Trinitas.

Peringatan maulid (kelahiran) nabi Muhammad pertama kali dilakukan oleh pemerintah Harun Ar Rasyid dari Dinasti Fatimiyah di Mesir. Pada masa itu Harun Ar Rasyid menyebarkan sedekah bagi kaum fakir miskin dan membuat pesta yang sangat meriah.

Dalam catatan sejarah lain menyebutkan maulid pertama kali dilaksanakan pada abad ke-12 masehi. Pada saat umat Islam di Palestina sedang menghadapi perang salib di bawah komando Shalahuddin Al Ayyubi.

Peringatan ini bertujuan menumbuhkan semangat juang umat dalam menghadapi perang salib. Sejak masa itu maulid menyebar ke seluruh dunia. Beberapa yang paling terkenal adalah peringatan maulid di kerajaan Islam Arbela Irak.

Kerajaan ini melakukan penyambutan maulid sejak bulan Muharam dan puncaknya tanggal 12 Rabiul Awal. Pada puncak acara ini seluruh tamu diberikan jamuan makanan terbaik sambil diperdengarkan pembacaan riwayat (sejarah) Nabi Muhammad (al barzanji atau dhiba’an).

Selain itu, juga dilakukan prosesi menyalakan lilin bersama sebagai simbol awal terangnya dunia (Nur Muhammad) dari sifat kejahiliahan. Mayoritas umat Islam mengakui bahwa ziarah tanggal 12 Rabi’ul Awal memiliki nilai lebih dibanding waktu yang lain.

Tidak heran apabila pada hari itu banyak sekali umat Islam di seluruh dunia melakukan ziarah ke makam orang-orang suci atau wali. Di Al Jazair misalnya, pada hari kelahiran Muhammad, masyarakat berziarah ke makam para wali.

Dan puncak acaranya, raja membagikan uang dan jenis sedekah lainnya kepada rakyat sebagai simbol kemurahan Nabi Muhammad yang menitis pada sosok raja. Dalam tradisi kraton atau kesultanan juga diadakan prosesi pembagian sedekah.

Disimbolkan dengan tumpeng berbentuk gunung (gunungan) sebanyak lima buah. Setelah dipikul oleh para abdi dalem keraton dan diarak keliling kota, kemudian dihantarkan ke masjid agung (Masjid Gede) untuk didoakan lalu diberikan pada rakyat sebagai tanda kebesaran, keberkatan, dan kemurahan sang raja.

Di Aceh punya cerita sendiri, peringatan maulid nabi ada hubungannya dengan pengakuan atas kerajaan Turki Usmani pada abad ke-16 sebagai sentral kekuasaan Islam seluruh dunia. Peringatan maulid nabi dilakukan sebagai ganti upeti pada kerajaan Turki Usmani.

Bukan simbol ritual tetapi simbol ketundukan pada pusat kekuasaan Islam saat itu. Pada acara maulid Nabi Muhammad ini, hingga tiga bulan berikutnya masyarakat Aceh mengadakan upacara besar-besaran dengan memasak makanan terlezat.

Puncak acaranya dilaksanakan di masjid kerajaan yang dihadiri oleh seluruh rakyat, tidak terkecuali sang raja juga hadir dan memberikan sedekah kepada para fakir miskin. Bermacam ragam peringatan maulid di atas, intinya adalah satu kesyukuran dan upaya untuk menghormati dan meneladani Nabi Muhammad.

Selain ajaran tauhid, Nabi Muhammad mengemban tugas untuk membebaskan umat manusia dari segala belenggu ketidakadilan dan kezaliman. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda kepada pengikutnya:

“Janganlah saling mendengki, saling memarahi, mencari-cari isu, mencari-cari kesalahan, dan saling menipu. Tetapi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” (HR. Muslim No. 4648).

Maka dari itu, penghormatan martabat kemanusiaan merupakan prinsip utama dalam ajaran Islam. Bahkan dalam satu teks hadis, prinsip kemanusiaan ini dianggap lebih utama dibandingkan kemuliaan hajar Aswad (batu hitam) yang melekat di dinding Kabah.

Abdullah bin Umar meriwayatkan ketika Nabi Muhammad mencium hajar Aswad di Kabah, beliau bersabda di hadapan hajar aswad.

“Alangkah indahnya kamu, alangkah harumnya baumu, alangkah agungnya dirimu dan alangkah agungnya kehormatanmu. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh kehormatan seorang mukmin, hartanya, darahnya itu lebih agung di sisi Allah darimu, dan kami tidak berprasangka kepadanya kecuali dengan baik” (HR. Ibnu Majah No. 3922).

Prinsip kemanusiaan ini menjadi dasar dari setiap relasi sosial dalam kehidupan manusia berbangsa dan bernegara. Dalam kondisi apapun, seseorang tidak boleh bertindak semena-mena atau zalim kepada yang lain.

Sebaliknya, harus saling berbuat santun, baik, membantu satu sama lainnya, dan arif bijaksana menyikapi perbedaan. Kita tahu kesewenang-wenangan merupakan tindakan biadab yang tercela dan merendahkan martabat kemanusiaan.

Perdagangan manusia (human trafficking), teror bom, atau kekerasan lainnya merupakan salah satu bentuk kejahatan yang sering terjadi sampai hari ini. Rentetan kejahatannya sangat kompleks, terorganisir, sistematis, dan terjadi lintas kenegaraan (transnasional).

Jika kita telusuri basis kejahatan human trafficking bukanlah pekerjaan yang sederhana, karena harus menguliti secara mendalam atas praktik yang berkaitan dengan perburuhan atau pekerja rumah tangga (PRT).

Secara sederhana, setiap model pekerjaan yang tidak memberikan rasa keadilan maka di dalamnya terselubung kejahatan human trafficking. Menempatkan perempuan yang tidak setara dengan kelompok manusia lainnya menunjukkan salah satu bentuk ketidakadilan.

Mempekerjakan anak-anak di bawah umur sebagai buruh pada dasarnya juga telah melanggar hak-hak anak yang harus ditunaikan oleh orangtua dan negara. Keadaan seperti ini merupakan situasi ketidakadilan dan menyalahi kodrat keilahian dan kemanusian.

Nabi Muhammad dikirim ke bumi sebagai pembawa risalah Allah. Misi yang diperjuangkan nabi Muhammad sepanjang hidupnya dan diwariskan kepada seluruh umatnya adalah menciptakan rasa ketenangan, ketenteraman, dan keadilan yang seadil-adilnya tanpa membedakan latar belakangnya.

Demikian juga, mengerjakan puasa bukan hanya sekedar menahan lapar dan dahaga saja. Seseorang yang mengaku muslim dan sedang puasa harus menjaga sifat dan perbuatan tercela. Ada kebiasaaan kecil yang sering dilakukan sehingga akhirnya menjadi sebuah budaya.

Saat ini, bangsa kita sedang terjangkit penyakit lisan dan hati. Mudah menuduh orang lain lain tanpa bukti (fitnah), provokasi, adu domba, menghasut, atau tindakan tercela lainnya. Tidak sedikit mereka yang berpuasa masih dengan sengaja menggunjing kekurangan orang lain, mengolok-olok, membuka aib, atau memfitnah.

Ketika orang lain melakukan kesalahan, orang yang tidak bersalah merasa dirinya suci dan menertawakan orang itu. Terkadang kesalahan orang lain yang kita tidak tahu letak kesalahannya di mana justru disampaikan secara berantai.

Padahal Nabi Muhammad sudah mewanti-wanti kepada umat Islam untuk saling menutupi rahasia atau kejelekan saudara muslim lainnya. Tujuannya supaya tidak terjadi kegaduhan dan pertikaian. Justru saat ini, kondisinya berbanding terbalik.

Apabila seseorang tidak suka terhadap sesuatu langsung diumbar ke publik melalui media sosial (facebook, twitter, instagram, linkedin, atau selainnya). Nabi Muhammad pernah ditanya:

“Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan ghibah? Beliau menjawab: Engkau menyebut tentang saudaramu yang ia tidak sukai. Beliau ditanya lagi: Bagaimana pendapatmu jika apa yang ada pada saudaraku sesuai dengan yang aku bicarakan? Beliau menjawab: Jika apa yang engkau katakan itu memang benar-benar ada maka engkau telah berbuat ghibah namun jika tidak maka engkau telah berbuat fitnah” (HR. Abu Daud No. 4231).

Surat Al Hujurat ayat 12 menyebutkan:

“Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati, maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya”.

Momentum Ramadan merupakan medan pertempuran menundukkan nafsu-nafsu dalam diri kita. Tahun-tahun lalu umat Islam telah menjalankan puasa Ramadan. Tetapi apakah Ramadan yang sudah dilewati dari masa ke masa memberikan perubahan? Memang kenyataannya untuk mencegah perbuatan dan sifat tercela sangat sangat berat godaannya.

Allah sudah memberikan akal kepada kita untuk memilah, memilih dan menentukan. Yang paling penting adalah niat dan ikhtiar adalah suatu kewajiban. Oleh karena itu, jika ada saudara muslim di sekeliling kita yang suka menceritakan kejelekan (ghibah) maka kewajiban kita mengingatkan dan mencegahnya.

Benar, tidak ada manusia yang hidup di dunia tanpa dosa (maksum) kecuali Rasulullah. Maka dari itu, jadilah kita hamba-hamba Allah yang saling mengingatkan dan memaafkan kesalahan orang lain dan bukan menjadi hakim atas aib orang lain.

Ghibah atau membicarakan keburukan orang lain secara lisan atau tertulis di media sosial (medos) merupakan salah satu penyebab terjadinya permusuhan dan merusak persaudaraan antara sesama anak bangsa.

Karena buruknya perbuatan ghibah, Allah mengumpamakan orang yang berbuat ghibah dengan orang yang makan daging saudaranya dalam keadaan mati. Perbuatan ghibah termasuk dosa besar. Menyebut orang lain dengan sesuatu yang dia benci merupakan ghibah yang haram dilakukan walaupun hal itu benar-benar ada pada orang tersebut.

Selain itu, haram mendengarkan ghibah sebab mendengarkan ghibah sama dengan membantu saudaranya untuk ghibah dan senang dengan ghibah tersebut. Sebagai orang Islam wajibnya mengingkari orang yang berbuat ghibah dan melarangnya dari perbuatan itu.

Menjahit lisan dan menjaga hati. Haram kita mengolok-olok, menghujat, mencaci, dan melecehkan martabat manusia. Selamat beramadan dan menikmati perjalanan spiritual Anda. Segala sesuatu diawali dengan niat, maka berniatlah karena Allah semata. 

Tags: