Religi

Ramadan Ke-10: Sering Berjanji, Sering Mengingkari

Ramadan Ke-10: Sering Berjanji, Sering Mengingkari

Banyak orang di dunia ini sangat mudah membuat janji. Sayangnya, kalau sudah berjanji tidak berusaha menepati janjinya (ingkar).

Padahal, tindakan mengingkari janji termasuk dosa. Perbuatan ini juga merupakan salah satu tanda kemunafikan. Sebagaimana firman Allah;

إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولً

“Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya” (QS. Al Isra’ 34)

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda;

آيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tanda (ayat) orang munafik itu ada tiga, (1) jika berbicara berdusta; (2) jika berjanji maka tidak menepati; dan (3) jika diberi amanah, dia berkhianat” (HR. Bukhari No. 33 dan Muslim No. 59)

Dalam hadis di atas, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menggunakan diksi “ayat” atau tanda. Dalam bahasa Arab “ayat” adalah tanda yang artinya tidak mungkin meleset (keliru).

Berbeda dengan “alamat” yang juga memiliki makna “tanda” dalam bahasa Indonesia yang artinya bisa jadi jadi meleset atau salah sasaran.

Sehingga dapat dipahami dari hadis di atas, bahwa siapa saja yang memiliki tiga (tanda) karakter hadis di atas, maka bisa dipastikan bahwa terdapat cabang kemunafikan dalam hatinya.

Hal ini juga dikuatkan oleh hadis yang diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘Anhu. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda;

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

“Terdapat empat perkara yang jika semuanya ada pada diri seseorang, maka jadilah dia orang munafik tulen (maksudnya, akan mengantarkan kepada nifak akbar). Dan jika ada pada dirinya salah satunya, maka dia memiliki sifat kemunafikan, sampai dia meninggalkannya, yaitu; (1) jika berbicara, dia berdusta; (2) jika membuat perjanjian, dia melanggarnya; (3) jika membuat janji untuk berbuat baik kepada orang lain, dia menyelisihi janjinya; dan (4) jika bertengkar atau berdebat, dia melampaui batas” (HR. Bukhari No. 34 dan Muslim No. 59)

Terdapat dua kondisi dalam diri seseorang yang melanggar janjinya, Pertama, dia membuat janji untuk berbuat baik kepada orang lain, misalnya memberi hadiah. Namun, sebenarnya saat membuat janji, dia sudah berniat untuk tidak memenuhi janji tersebut.

Secara riil dia tidak memenuhi janji yang telah dibuatnya. Hal seperti ini adalah perbuatan yang sangat jelek. Kedua, ketika membuat janji tidak ada niatan untuk tidak memenuhi janji tersebut. Dia memiliki tekad untuk memenuhi janjinya.

Namun pada saat hari Hnya, dia tiba-tiba tidak memenuhi janjinya tanpa alasan yang bisa dibenarkan. Dua perbuatan ini termasuk menyelisihi atau pengingkaran janji. Dalam masalah hukum (fikih) tidak menepati janji ada tiga pendapat ulama dalam masalah ini. Pendapat pertama yaitu pendapat jumhur (kebanyakan) ulama.

Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum memenuhi janji yang itu murni berbuat baik kepada orang lain adalah sunah (mustahab). Salah satu contoh janji yang murni berbuat baik kepada orang lain yakni seseorang berjanji jika dia mendapatkan bonus gaji, dia akan mentraktir makan bakso teman-temannya.

Maka menurut jumhur ulama, janji semacam ini hukumnya sunah untuk dipenuhi meski tidak sampai derajat wajib. Walau demikian, tidak menepati janji tetap dicap sebagai pembohong.

Pendapat kedua adalah pendapat Imam Malik Rahimahullah yang mengatakan bahwa hukum memenuhi janji itu wajib jika janji tersebut menyebabkan orang lain sudah melakukan suatu tindakan tertentu.

Dan apabila janji tersebut tidak dipenuhi maka orang tersebut akan menderita kerugian atau mengalami kesusahan. Misalnya, ada seorang pemuda bujangan yang ingin menikah namun tidak memiliki dana untuk melangsungkan pernikahan.

Lalu seseorang wanita berjanji kepada pemuda tersebut bahwa dialah yang akan menanggung mahar dan seluruh biaya pernikahannya. Dengan janji tersebut, sang pemuda melamar wanita yang hendak dinikahinya.

Janji seperti inilah yang dalam mahzhab Imam Malik Rahimahullah wajib untuk ditunaikan dan haram diselisihi karena akan menimbulkan kesusahan bagi orang lain. Pendapat ketiga mengatakan bahwa memenuhi janji hukumnya wajib secara mutlak dan menyelisihi janji hukumnya haram atau berdosa besar.

Pendapat ketiga inilah yang paling kuat karena menyelishi janji adalah tanda kemunafikan. Sehingga yang lebih tepat menyelisihi janji itu hukumnya haram dan hukum memenuhi janji adalah wajib. Oleh sebab itu sudah seharusnya seorang muslim berhati-hati dalam membuat janji. Seorang muslim yang waras tidak akan mudah mengobral janji lalu melupakan janjinya.

Di samping janji akan diminta pertanggung jawabannya oleh manusia, maka setiap janji yang sudah diikrarkan seseorang muslim akan diminta pertanggunganjawabannya oleh Allah.

Allah berfirman;

وَأَوْفُوا۟ بِعَهْدِ ٱللَّهِ إِذَا عَٰهَدتُّمْ وَلَا تَنقُضُوا۟ ٱلْأَيْمَٰنَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ ٱللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ ، وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّتِى نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَٰثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَٰنَكُمْ دَخَلًۢا بَيْنَكُمْ أَن تَكُونَ أُمَّةٌ هِىَ أَرْبَىٰ مِنْ أُمَّةٍ ۚ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ ٱللَّهُ بِهِۦ ۚ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ مَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

Artinya;

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu itu sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu terhadap sumpah-sumpah itu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah perjanjianmu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya mengujimu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu” (QS. An Nahl 91-92)

Memenuhi janji itu adalah tanda berimannya seseorang. Tabiat suka mengingkari janji adalah bukti seseorang itu tidak beriman sekali pun dianya berpenampilan salih. Seperti berjanggut, memakai jubah, bersorban, bercadar, bergamis panjang, dan identitas lainnya.

Tags: