Umat Islam harus meyakini bahwa Ramadan selama 29/30 hari memiliki keistimewaan penuh setiap harinya. Salah satu keutamaannya adalah Lailatul Qadar (malam 1.000 bulan).
Sebuah malam yang dinilai oleh Al Qur‘an sebagai “malam yang lebih baik dari seribu bulan”.
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda;
قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا قَدْ حُرِمَ
Dari Abu Hurairah, dia berkata: Ketika datang bulan Ramadan Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: Telah datang kepada kalian bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah, padanya Allah mewajibkan kalian shaum (puasa), padanya pintu-pintu surga dibuka lebar dan pintu-pintu neraka ditutup rapat, dan setan-setan dibelenggu. Pada bulan Ramadan ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, dan barangsiapa tidak mendapati malam itu maka dia telah kehilangan pahala seribu bulan (HR. Ahmad).
Pengertian Lailatul Qadar
Secara bahasa Lailatul Qadar berarti “Malam Yang Agung”, malam yang besar nilainya. Sedangkan secara istilah Lailatul Qadar menunjukkan dua pengertian.
Pertama, Lailatul Qadar pada waktu turunnya Al Qur‘an secara sekaligus. Kedua, Lailatul Qadar yang dijanjikan akan terjadi setiap bulan Ramadan, meskipun Al Qur‘an telah selesai diturunkan.
Makna pertama mengenai Lailatul Qadar ketika turunnya Al Qur‘an sekaligus. Pemaknaan ini merujuk kepada firman Allah sebagai berikut;
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ القَدْرِ وَمَا أَدْرَا كَ مَا لَـيْلَةُ القَدْرِ لَـيْلَةُ القَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْـفِ شَـهْرٍ تَنَـزَّلُ المَلآئِكَةُ وَالرُّوحُ فِـيهَا بِـإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلاَمٌ هِيَ حَـتَّى مَطْلَـعِ اْلـفَجْرِ
“Sesungguhnya kami telah menurunkan Al Qur‘an pada malam kemuliaan. Dan apakah engkau sudah mengetahui apa malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu, lebih utama daripada seribu bulan. Turun malaikat dan Ar Ruuh (Jibril) dengan izin Tuhan mereka (dengan membawa pokok-pokok) dari setiap perintah (hukum-hukum yang perlu bagi dunia dan akhirat). Sejahteralah ia sampai terbit fajar” (QS. Al Qadr 1-5)
Dalam firman yang lainnya;
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ اْلقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَاْلفُرْقَانِ
“Bulan Ramadan yang diturunkan padanya Al Qur‘an sebagai petunjuk bagi manusia, keterangan-keterangan petunjuk itu dan pemisah antara yang haq dan yang batal” (QS. Al Baqarah 185).
Juga firman-Nya;
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur‘an) pada malam yang diberkahi” (QS. Ad Dukhan 3).
Ketiga ayat di atas menunjukkan bahwa Lailatul Qadar adalah satu malam di bulan Ramadan, sebagai waktu diturunkan Al Qur‘an secara menyeluruh dari lauhul mahfuzh ke Bait Al ‘Izzah di langit dunia. Malam itu disifati dengan Lailah Mubaarakah (malam yang sangat diberkahi).
Ibnu Abbas menegaskan;
أُنْزِلَ الْقُرْآن جُمْلَةً وَاحِدَةً إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ ثُمَّ أُنْزِلَ بَعْد ذَلِكَ فِي عِشْرِينَ سَنَةً قَالَ : وَلاَ يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلاَّ جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا وَقَرَأَ وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلاً
“Al Qur‘an diturunkan sekaligus ke langit dunia pada Lailatul Qadar, kemudian setelah itu diturunkan (kepada rasul) pada masa 20 tahun. Allah berfirman: Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya” (QS. Al Furqan 33). Dan ia membaca ayat wa quranan faraqnah... (QS. Al Isra 106)” (HR. An Nasai).
Dalam riwayat lain;
أُنْزِلَ الْقُرْآنُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ جُمْلَةً وَاحِدَةً إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا ، وَكَانَ بِمَوْقِعِ النُّجُومِ وَكَانَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُنْزِلُهُ عَلَى رَسُولِهِ -صلى الله عليه وسلم- بَعْضَهُ فِى إِثْرِ بَعْضٍ.فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَقَالُوا لَوْلاَ نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلاَ
“Al Qur‘an diturunkan pada Lailatul Qadar sekaligus ke langit dunia, dan itu sesuai dengan masa turunnya bagian-bagian bintang, dan Allah ‘Azza wajalla menurunkannya kepada Rasul-Nya sebagian demi sebagian. Maka Allah ‘Azza wajalla berfirman: Dan mereka mengatakan: Lawlaa nuzzila ‘alaihil quraanu’ (QS. Al Furqan 32)” (HR. Al Baihaqi).
Dalam riwayat lain dijelaskan:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما أَنَّهُ سَأَلَهُ عَطِيَّةُ بْنُ الاَسْوَدِ قَالَ: أَوَقَعَ فِي قَلْبِي الشَّكُ قَوْلُهُ تَعَالَى – شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ اْلقُرْآنُ- وَقَوْلُهُ : إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِيْ لَيْلَةِ القَدْرِ وَهذَا أُنْزِلَ فِي شَوَّالٍ وَذِي القَعْدَةِ وَذِي الحِجَّةِ وَفِي المُحَرَّمِ وَالصَّفَرِ وَشَهْرِ رَبِيْعٍ، فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: إِنَّهُ أُنْزِلَ فِي رَمَضَانَ فِي لَيْلَةِ القَدْرِ جُمْلَةً وَاحِدَةً ثُمَّ أُنْزِلَ عَلَى مَوَاقِعِ النُّجُومِ رَسَلاً فِي الشُّهُورِ وَالأَيَّامِ
Dari Ibnu Abas bahwa ia pernah ditanya oleh Athiyah bin Al Aswad, ia berkata: Aku ragu-ragu tentang firman Allah: syahru ramadhaanalladzii unzila fihil quraanu dan firman-Nya: innaa anzaalnahu fii lailatil qadri. Apakah turunnya itu pada bulan Syawal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharam, Shafar, dan Ar Rabi’? Ibnu Abbas menjawab: Bahwa Al Qur‘an itu diturunkan pada bulan Ramadan pada malam Lailah Al Qadar secara sekaligus, kemudian diturunkan lagi berdasarkan masa turunnya bagian-bagian bintang secara berangsur pada beberapa bulan dan hari” (HR. Baihaqi).
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan, bahwa Lailatul Qadar dalam pengertian pertama menunjukkan waktu diturunkan Al Qur‘an secara sekaligus dari lauhul mahfuzh ke Bait al ‘Izzah di langit dunia.
Lailatul Qadar dalam pengertian ini tidak akan terjadi lagi, karena Al Qur‘an telah selesai diturunkan.
Keutamaan Lailatul Qadar
Pada ayat Al Qadr 1-5, kata Lailatul Qadar disebut sebanyak tiga kali. Pengulangan itu untuk menunjukkan pengagungan dan agar lebih mendapat perhatian.
Sedangkan malam itu diberi nama Lailatul Qadar karena kemuliaannya sehubungan dengan ditetapkan berbagi urusan, sebagaimana firman Allah;
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al Qur‘an pada malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah” (QS. Ad Dukhan 3-4).
Yang dimaksud dengan urusan-urusan di sini ialah segala perkara yang berhubungan dengan kehidupan makhluk seperti hidup, mati, rezeki, nasib baik, nasib buruk, dan sebagainya.
Adapun malam itu disifati dengan malam yang diberkahi (QS. Ad Dukhan 3), karena pada malam itu diturunkan berbagai berkah (kebaikan yang banyak) serta manfaat agama dan dunia.
Keutamaan Lailatul Qadar
لَـيْلَةُ القَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْـفِ شَـهْرٍ
“Malam kemuliaan itu lebih utama daripada seribu bulan” (QS. Al Qadr 3).
Ahli tafsir menyebutkan;
عَمَلُهَا وَصِيَامُهَا وَقِيَامُهَا خَيْرٌ مِنْ أَلْـفِ شَـهْرٍ
“Beramal, shaum (puasa), dan salat pada malam itu lebih baik daripada seribu bulan” (HR. At Thabari).
Dalam riwayat lain;
لَـيْلَةُ القَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْـفِ شَـهْرٍ لَيْسَ فِي تِلْكَ الشُّهُورِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ
“Lailatul Qadar lebih baik daripada seribu bulan yang di dalamnya tidak terdapat Lailatul Qadar” (HR. Ibnu Abu Hatim).
Keterangan di atas menunjukkan pengertian bahwa beramal pada satu malam itu lebih baik daripada beramal pada seribu bulan yang di dalamnya tidak terdapat Lailatul Qadar.
Penjelasan Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam;
فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا قَدْ حُرِمَ
“Pada bulan Ramadan ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, dan barangsiapa tidak mendapati malam itu maka ia telah kehilangan pahala seribu bulan” (HR. Ahmad).
Jadi, pahala yang sangat sempurna bagian dari keagungan Lailatul Qadar yang senantiasa turun pada bulan Ramadan. Peluang emas ini belum tentu kita peroleh kembali pada tahun-tahun yang akan datang jika kita tidak puasa.
Selalu Ada dalam Ramadan
Dalam makna kedua, Lailatul Qadar merupakan salah satu malam yang terjadi pada setiap bulan Ramadan. Pemaknaan ini kita peroleh dari jawaban Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَنَا أَسْمَعُ عَنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ فَقَالَ : هِىَ فِى كُلِّ رَمَضَانَ
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Rasulullah ditanya tentang Lailatul Qadar dan aku mendengarnya. Beliau bersabda: Ia (Lailatul Qadar itu) ada pada setiap bulan Ramadan” (HR. Abu Dawud & HR. Al Baihaqi).
Dalam hal ini, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menganjurkan umatnya untuk mempersiapkan diri menyambut malam yang sangat mulia itu. Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda;
إِلْتَمِسُوْهَا فِي العَشْرِ الأَوَاخِرِ
“Maka carilah oleh kalian pada sepuluh malam terakhir” (HR. Bukhari)
Dalam riwayat lain;
فَلْيَلْتَمِسْهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ
“Maka carilah oleh kalian pada sepuluh malam terakhir” (HR. Muslim)
Atau pada hadis yang lainnya;
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Selidikilah oleh kalian Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan” (HR. Bukhari dan HR. Muslim)
Berdasarkan keterangan di atas kita mengetahui bahwa Lailatul Qadar yang dianjurkan untuk dicari itu terdapat pada setiap bulan Ramadan, lebih tepatnya pada sepuluh hari terakhir bulan itu.
Walau demikian, Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tidak menerangkan secara pasti tanggalnya berapa?
Beliau hanya menganjurkan agar lebih diperhatikan pada malam-malam setelah tanggal 20 Ramadan.
Allah sengaja tidak memberitahukan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam secara pasti tanggal berapa Lailatul Qadar itu terjadi. Sehingga dalam hal ini terkandung nilai pendidikan (tarbiyyah) yang amat mulia.
Tujuannya, agar setiap malam umat Islam mengisi malam-malamnya dengan ibadah dan doa, terutama pada malam-malam ganjil setelah berlalu 20 Ramadan.
Hal itu tampak jelas dari sikap Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pada sepuluh hari terakhir setiap bulan Ramadan dengan mengajak keluarganya untuk menghidupkan malam itu.
Aisyah menjelaskan;
كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم، إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam apabila memasuki sepuluh terakhir bulan Ramadan, beliau mengencangkan sarungnya dan tidak tidur serta membangunkan keluarganya” (HR. Bukhari).
Dalam riwayat lain;
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اذَا بَقِىَ عَشْرٌ مِنْ رَمَضَانَ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَاعْتَزَلَ اهْلَهُ
“Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam apabila tersisa sepuluh hari bulan Ramadan, beliau mengencangkan ikat pinggangnya dan menjauhi istrinya” (HR. Ahmad)
Dalam hadis yang lain;
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ
“Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersungguh-sungguh pada sepuluh hari akhir bulan Ramadan, yang tidak beliau lakukan hal itu pada waktu lainnya” (HR. Muslim)