Wisata ke Tanjung Pinang di Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau belum dianggap lengkap sebelum singgah di pulau Penyengat. Di sini, terdapat sebuah pulau yang memiliki sejarah sangat bermakna.
Di pulau itulah kejayaan Kesultanan Riau Lingga berdiri. Di sana pusat pemerintahan kesultanan dahulu dikendalikan. Sebuah pulau kecil yang menjadi daya tarik bagi mereka yang tengah berkunjung di Pulau Bintan.
Sebuah pulau kecil yang konon menurut hikayat Melayu, menjadi sebuah maskawin dalam pernikahan Sultan Riau (Sultan Mahmud Marhum Besar) dengan Engku Putri Raja Hamidah (putri dari Raja Haji Fisabilillah).
Untuk menuju ke pulau Penyengat, jalan satu-satunya menggunakan perahu motor yang masyarakat biasa menyebut dengan pompong.
Lokasi dermaga untuk menaiki pompong tersebut berada tidak jauh dan bisa dikatakan berdampingan dengan pelabuhan Tanjung Pinang. Menyusuri jalan kecil sesuai petunjuk arah yang ada.
Sampailah di sebuah dermaga yang lumayan panjang. Di sana akan dijumpai deretan kedai kopi dan juga tempat parkir sepeda motor. Banyak motor diparkirkan di lokasi.
Ini karena banyak warga dari pulau Penyengat yang bekerja di Kota Tanjung Pinang. Jika terus menyusuri dermaga sampailah ke lokasi pemberangkatan pompong.
Sambil menunggu jumlah penumpang yang mencapai 15 orang, bisa disaksikan pemandangan di sekitar dermaga pompong cukup elok.
Tidak lama kemudian mesin pompong sudah berbunyi. Pompong perlahan bergerak meninggalkan dermaga dan menyeberangi selat. Perjalanan sekitar 25 menit benar-benar menyenangkan.
Angin yang sepoi-sepoi sungguh terasa menyegarkan. Sementara gemercik ombak yang riaknya menghantam dinding pompong menambah penyeberangan ke pulau Penyengat sangat mengasyikan.
Tidak henti pandangan mata ke kiri dan kanan. Saat ke belakang pelabuhan feri Tanjung Pinang terlihat sangat jelas.
Nun jauh di sana, monumen Haji Fisabilillah berdiri tegap. Yang pasti, di depan pompong panorama lautan dengan hamparan pulau Penyengat kian jelas terlihat.
Sungguh luar biasa. Menjelang pompong mendekati dermaga Penyengat, terhampar rumah-rumah penduduk yang berbentuk panggung, khas budaya Melayu.
Rumah-rumah tersebut seakan-akan berjejer dan berdiri di sepanjang pulau. Dermaga tersebut kondisinya sangat baik dan fasilitas toiletnya sangat bersih.
Satu-satunya transportasi yang dapat digunakan untuk berkeliling pulau Penyengat menggunakan bentor atau becak motor. Rasanya tidak seru jika Anda belum mencoba sendiri.
Bentor membawa penumpang menyusuri jalan-jalan kampung. Penyengat seakan benar-benar telah ditata sedemikian rupa untuk pariwisata.
Jalanan kampung yang rapi dengan dilapisi konblok membuat bentor mulus melaluinya. Masjid Sultan Riau merupakan spot pertama yang dengan mudah dijumpai.
Hal ini karena Masjid Sultan Riau terlihat begitu jelas sebelum pompong merapat. Dan lokasinyapun tidak jauh dari dermaga. Sebagian besar dari obyek bersejarah yang ada di sana merupakan komplek pemakaman sultan beserta keluarganya.
Ada komplek pemakaman Engku Putri Raja Hamidah (permaisuri dari Sultan Mahmud Marhum Besar).
Selain makam Engku Putri Raja Hamidah, di tempat tersebut juga dimakamkan Raja Ahmad (penasihat kerajaan), Raja Ali Haji (pujangga kerajaan), dan Raja Abdullah IX, dan permaisurinya (Raja Aisyah).
Di dalam bangunan Makam, di sana terdapat puisi-puisi karya Raja Haji Ali yang dikenal dengan Gurindam 12 terukir di dinding ruangan.
Komplek pemakaman selanjutnya adalah komplek makam YDM Riau VI Raja Ja’afar dan YDM Riau VIII Raja Ali Marhum. Komplek makam tersebut dikelilingi pagar yang tinggi.
Ada pintu gerbang masuk ke dalam komplek. Dari pintu gerbang, sebuah bangunan berwarna kuning dengan beberapa buah kubahnya ada di hadapan.
“Ada banyak tempat wisata bersejarah di pulau Penyengat. Dan lokasi ini menjadi ikon yang menakjubkan bagi kita semua,” ujar Guntur Sakti, Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Provinsi Kepulauan Riau, kepada penulis belum lama ini.
Jika sudah tiba di pulau Penyengat, jangan lewatkan mengunjungi Balai Adat Melayu Indera Perkasa yang lokasinya menghadap pantai.
Hanya jalan yang membatasinya dengan pantai. Para pengunjung Penyengat pastilah tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk berkunjung ke bangunan khas melayu tersebut.
Sesuai namanya, bangunan tersebut digunakan oleh warga pulau Penyengat sebagai balai adat dengan kegiatan seperti pertemuan-pertemuan atau kegiatan lain yang ada kaitannya dengan adat Resam Melayu Riau.
Di dalam Kompleks Balai Adat Melayu terdapat Balai Utama yang berukuran cukup besar serta lima buah balai kecil yang berada di kedua sisinya.
Begitu masuk ke bagian depan dari Balai Utama, ada deretan puisi-puisi Gurindam 12 dipajang di dindingnya. Dari sini, bisa dengan jelas melihat indahnya pemandangan laut dengan sebuah dermaga yang panjang menjorok ke lautan.
Bagian dalam Balai Utama merupakan bagian yang tidak boleh dilewatkan. Beberapa foto dari para sultan dipajang di dinding bagian atas.
Ruang bagian dalam tersebut merupakan ruang acara pernikahan. Warga Pulau Penyengat biasanya melangsungkan pesta pernikahan di ruang tersebut. Dan bagusnya lagi, tiga buah pelaminan telah tersedia permanen di sana.
Tampilannya yang ngejreng khas Melayu, tentu saja menjadikan pesta pernikahan mereka menjadi semarak. Pada hari-hari biasa, ketiga pelaminan tersebut menjadi salah satu daya tarik dari Balai Adat Melayu.
Hampir semua pengunjung menyempatkan diri untuk foto-foto di sana. Di sisi kanan dari Balai Utama ada ruangan digunakan sebagai kamar pengantin.
Ada kamar tidur pengantin berwarna kuning dengan kelambu berwarna putih serta berbagai hiasan kain yang dipasang di dinding kamar.
Sebagaimana rumah panggung khas Melayu, Balai Adat ini juga memiliki bagian bawah. Di bagian bawah tersebut terdapat mata air. Beberapa pengunjung nampak membasuh mukanya dengan air tersebut.
“Jalanan yang rapi beserta rumah-rumah warga yang tertata merupakan pemandangan yang dijumpai sepanjang perjalanan. Alhamdulillah sering ke sini mengunjungi saudara,” ujar Erdi Yasman Siallagan, warga Tanjung Pinang yang datang ke Penyengat kala itu.
Ada salah satu masjid yang terkenal, yakni Masjid Raya Sultan Riau di Penyengat. Masjid yang berwarna kuning telur itu merupakan masjid bersejarah.
Tidak salah bila banyak pengunjung singgah di masjid ini. Terlihat beberapa pengunjung tengah beristirahat di salah satu sisi masjid.
Dan tidak berselang lama, datanglah rombongan wisatawan asal Malaysia ke masjid tersebut. Sebelum meninggalkan Penyengat, beberapa penjual otak-otak di depan masjid siap menawarkan.
Ada otak-otak pedas tulang ikan. Otak-otak khas pulau ini dibungkus dengan daun kelapa. Aromanya yang dibakar terasa menggoda selera.