Stres dialami darah yang mengalir di tubuh kita, terutama apabila darah merespon materi buruk yang masuk, seperti asap rokok atau sejenis polutan lainnya.
Pada umumnya para perokok berharap dengan menghisap asap tembakau tersebut akan menurunkan ketegangan, lebih rileks dan sebagai teman saat berfikir, kawan saat sendiri atau ketika dicekam dingin,
Sehingga bagi sebagian orang rokok sudah menjadi kebutuhan. Ironisnya, ketika orang tersebut mencoba meredakan stres, stres tersebut berpindah pada sel darah merah di tubuhnya.
Dampak stress yang menyerang darah juga tidak kalah fatal, dalam jangka waktu lama hal ini akan menjadi pencetus terjadinya kanker. Stres pada sel darah merah adalah sebuah realita.
Sel darah dikatakan mengidap stres ketika terjadi perubahan sel darah normal yang mengalami stres oksidatif atau berubahnya ikatan kimia darah akibat serangan senyawa radikal bebas yang memicu oksidasi.
Stres oksidatif yang menyerang darah dapat merubah lingkungan darah dan mengakibatkan sel darah merah menyimpang dari homeostatis (reaksi alami tubuh yang mempertahankan konsentrasi zat di tubuh agar senantiasa konstan).
Sementara penyimpangan homeostatis tubuh dapat merugikan sel darah merah. Metabolismne oksigen di dalam sel darah merah merupakan rangkaian proses yang kompleks dan saling terkait serta berlangsung terus selama 120 hari.
Kerusakan pada sel darah merah dapat mengganggu fungsinya yaitu mengantarkan oksigen untuk pernapasan bagi sel. Untuk melindungi sel darah merah, di dalam sel darah merah terdapat senyawa antioksidan alami dengan kadar yang tinggi.
Meliputi superoxide dismutase (SOD), catalase, dan glutathion peroxidase (GPx). Oleh sebab itu dapat dikatakan sel darah merah merupakan sel tubuh yang berfungsi sangat vital. Sel darah merah adalah salah satu sel yang sangat rentan terhadap radikal bebas. Sel darah merah tidak memiliki inti.
Jika terjadi kerusakan akibat polusi asap rokok, emisi kendaraan, makanan dan minuman yang tidak sehat dan lain-lain, darah tidak dapat mempertahankan kadar antioksidan (yang normalnya didapatkan secara alami) tersebut dengan cara menyintesisnya.
Sel darah merah dapat beradaptasi ketika terjadi serangan agen yang menyebabkan oksidasi sel. Tetapi apabila oksidasi sel melebihi batas toleransi, sel darah merah akan gagal beradaptasi.
Hal ini biasa terjadi ketika interaksi dengan stresor (penyebab stress oksidatif) berlangsung lama dan dengan intensitas yang kuat sehingga sel darah merah mengalami exhausted (kelelahan).
Jika hal ini dibiarkan terjadi dalam waktu lama akan terjadi denaturasi spektrin (kerusakan dinding) sel darah merah yang bersifat permanen dan menurunkan fungsi sel darah merah dalam menopang kehidupan.
Interaksi stresor yang berlangsung lama semisal akibat kebiasaan merokok menyebabkan penurunan kadar catalase dan GPx. Menurunkan zat antioksidan pada tubuh dan meningkatkan kadar molekul H2O2 di dalam sel darah merah.
Selain itu, bahan bahan carsinogenic (pemicu kanker) yang terdapat di dalam rokok menambah konsentrasi radikal bebas. Tingginya kadar nikotin meningkatkan terbentuknya H2O2 (radikal bebas) yang dapat merusak membran spektrin sel darah merah.
Spektrin yang rusak dapat dilihat dari banyaknya sel darah merah yang tidak lolos saring. Bahkan pada perokok, kadar H2O2 semakin bertambah banyak oleh karena asupan nikotin 30-90 mg dari rata-rata dua bungkus rokok yang dihisapnya setiap hari.
Sel darah merah bersifat elatis dan hal ini dapat dilihat pada proses penyaringan. Elastistas sel darah merah akan menyebabkan penyesuaian diameter darah ketika melewati celah kapiler pada penyaringan.
Secara spontan kembali ke bentuk semula tanpa mengalami perubahan bentuk maupun fungsi. Darah hasil penelitian dengan subjek para perokok aktif dan orang yang bukan perokok sebagai pembanding.
Dengan cara penyaringan sel darah merah menggunakan membran polikarbonat berdiameter pori 5um. Dengan tekanan konstan sebesar 100 mmHg dalam waktu tiga menit pertama didapatkan kesimpulan merokok dapat mengurangi nilai sel darah merah yang lolos sering.
Untuk mendapatkan nilai persentase darah yang lolos saring, darah diambil dari vena mediana cubiti manusia sebanyak 4 ml kemudian dimasukkan botol yang mengandung anti-pembekuan darah lalu disaring dan dibedakan sebagai darah lolos saring dan tidak lolos saring.
Kemudian dihitung jumlah sel darah merah lolos saring (dalam persen) yang didapat dari rasio antara jumlah sel darah merah yang lolos saring dengan jumlah sel darah merah yang tidak lolos saring dikalikan 100 persen.
Pada perokok terjadi penurunan elastisitassel darah merah sampai 47 persen dan penurunan elasitistas sel akan berdampak fatal bila penurunannya sampai di bawah 47 persen.
Namun berapapun persentase penurunan nilai elastisitas sel darah merah tetap perlu diwaspadai karena akan mempendek umur sel darah merah.
Oleh sebab itu wajar jika kebiasaan merokok ketika terjadinya stres akan melipatgandakan terjadinya serangan kanker. Hal ini dikarenakan pada kondisi stres, sistem imunitas cenderung menurun.
Ini diperparah ketika jumlah antioksidan tertekan akibat tingginya kadar nikotin dalam darah. Perpendekan umur sel darah merah akibat penurunan elastisitas sel darah merah juga akan melemahkan tubuh.
Maka yang terbaik dalam menghadapi stres adalah memperbanyak ibadah dan menjauhkan rokok sebagai pereda stres.
Solusi terbaik saat stres mendera adalah dengan cara berbekam. Bekam selain meredakan ketegangan pembuluh darah ternyata dapat mencegah peningkatan stres oksidatif pada sel darah merah.
Pada hasil penelitian dengan metode penyaringan sel darah merah yang diambil dari subjek perokok dan non perokok yang dibekam menunjukan perbedaan yang signifikan.
Bekam pada titik meridian (potent point) memicu terjadinya hipoksia dan pengeluaran darah rusak dari tubuh. Reaksi ini berfungsi untuk merangsang sumsum tulang segera menghasilkan sel darah merah yang baru (regenerasi erythrocit) melalui perangsangan hormon eritropoietin.
Sel darah merah generasi baru pada sirkulasi darah mengandung catalase dan GPx yang normal. Selain itu, sel darah merah memiliki spektrin (dinding sel darah merah) yang masih utuh dan memiliki antioksidan yang masih dalam kondisi baik.
Sehingga dapat menjalankan fungsinya menetralisir radikal bebas secara optimal. Hasil penelitian ini mengungkapkan satu lagi fakta keajaiban bekam.
Terbukti sudah secara ilmiah bahwa bekam dapat mempunyai efek yang sangat penting untuk mempertahankan homeostasis sel darah merah sehingga dapat mencegah terjadinya stres oksidatif pada sel darah merah.
Hal ini mengakibatkan peningkatan jumlah sel darah merah yang lolos saring oleh karena tidak terjadi gangguan elastisitas sel darah merah. Dengan kata lain, bekam merupakan solusi jitu untuk mengatasi stres, terutama stres pada sel darah merah.
Jadi benarlah hadis Nabi Muhammad yang mengatakan: “Setiap penyakit ada obatnya” dan “Sebaik-baik pengobatan adalah dengan berbekam”. Alasannya, hampir semua penyakit menggunakan media darah sedangkan bekam terbukti dapat memperbaiki kualitas dan fungsi darah.
Jadi motto kesehatan kita adalah apapun penyakitnya, bekam obatnya. (Cara Cerdas Atasi Radikal Bebas, Dr. Wahyudi Widada, S.Kep, M.Ked.)