Beberapa waktu lalu datanglah seorang tamu yang sangat unik. Seorang pria berpenampilan perlente.
Dia mengenakan kemeja, celana kain, menyandang tas selempang, dan dua buah android di tangannya.
Sebelum tiba di lokasi, pria tersebut terlihat semangat dan sumringah. Ini terdengar dari gaya bicaranya melalui telepon saat meminta dipandu menuju lokasi.
Sesampainya di lokasi, ternyata dia mengendarai mobil jenis sport utility vehicle (SUV) keluaran terbaru 2021. Kinclong dan mentereng warna catnya.
Penampilannya tidak menunjukkan tanda-tanda dia golongan emperan. Ah saya tidak begitu peduli!
Memang saya tidak pernah dan tidak terbiasa prasangka buruk (syu'udzon). Dia pemiliknya atau sopir atau sejenisnya, bagi saya itu bukan urusan saya.
Saya tetap harus melayani dengan hormat dan khidmat karena pelayanan adalah hal yang utama.
Setelah sampai di dalam ruangan, dengan percaya dirinya (PD) dia duduk dan langsung membuka baju. Begitu alat-alat mau dipasang, dia bertanya harga.
Setelah diberitahu harga, dia langsung berdiri dan mukanya sedikit malu. Langsung diambil bajunya dan dikenakan lagi sambil menerocos kalimat yang kurang pas.
Dia menepis tidak membawa uang tunai (cash). Saya bilang bisa dibayar nanti, ditransfer, pakai OVO, atau yang lainnya.
Kata dia, dari pengalaman dia sebelumnya, biasanya biayanya terapi sekian, sekian. Bahkan dia menyergah dengan kalimat sinis yang menurut saya agak merendahkan.
Walau begitu, Alhamdulillah saya tidak tersinggung, marah, atau berubah perasaan. Saya menegaskan kepadanya bahwa di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.
Saya tetap melayaninya dengan baik dan bijaksana. Setelah itu dia menerocos dan banyak bertanya-tanya yang tidak ada relevansinya. Saya jawab dengan dalil dan logika yang tepat.
Dia terlihat seakan-akan malu dan tertohok dengan jawaban yang ditanyakan. Tidak lama kemudian dia terus pergi meninggalkan saya dengan raut malu (kisinan). Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.